Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research

Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research


Detail Cantuman

Kembali

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny K UMUR 34 TAHUN P3 A0 Ah3 2 JAM POST PARTUM SECTIO CAESAREA DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT DI RUANG BOUGENVILLE RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA TAHUN 2017

XML
Pengarang
Eka Faizah Agustin - Personal Name
Pernyataan Tanggungjawab
Lampiran Berkas
LOADING LIST...
Bahasa
Indonesia
Penerbit
STIKES Harapan Bangsa
Tahun Terbit
2017
Tempat Terbit
Fakultas Ilmu Kesehatan SHB
Deskripsi Fisik

Abstract

Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini 6-8 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009). 24 jam pertama post partum Sekitar 50% kematian ibu terjadi sehingga pelayanan pasca-persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi (Dewi dan Tri, 2011). Dua jam pertama ibu post partum diperlukan asuhan kebidanan ibu nifas dengan pemantauan mencegah kematian dalam periode ini karena merupakan masa kritis dapat terjadinya komplikasi pada ibu nifas.
World Health Organisation (WHO) mengatakan bahwa tahun 2014 Angka kematian ibu di dunia pada tahun 2014 mencapai 289.000. WHO memperkirakan ada 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran, dan masa nifas. Data menurut WHO, Angka Kematian Ibu (AKI) 81% akibat komplikasi selama hamil dan bersalin dan 19% selama masa nifas. Penyebab kematian ibu di dunia menurut WHO 2014 adalah penyakit bawaan sejumlah 28%, perdarahan sejumlah 27%, preeklampsia sejumlah 14%, infeksi sejumlah 11%, komplikasi persalinan sejumlah 9%, aborsi sejumlah 8%, pembekuan darah/emboli sejumlah 3% (WHO, 2014). Data tersebut menunjukan bahwa Preeklampsia selama proses kahamilan, kelahiran dan masa nifas menduduki peringkat ketiga di dunia.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia (SDKI) tahun 2012 memperlihatkan bahwa AKI di Indonesia adalah 339 per 100.000 kelahiran hidup, meningkat dibanding tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup (Syafiq, 2013). Penyebab kematian ibu di Indonesia adalah preeklampsia/eklampsia sejumlah 32%, komplikasi nifas sejumlah 32%, perdarahan sejumlah 20%, lain-lain sejumlah 7%, abortus sejumlah 4%, partus lama sejumlah 1% (Kemenkes Republik Indonesia, 2014). Data tersebut menunjukan bahwa AKI dengan Preeklampsia/eklampsia menduduki peringkat pertama di Indonesia.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Tengah pada tahun 2015 masih cukup tinggi yaitu sebesar 111,16/100.000 KH.Berdasarkan profil kesehatan Jawa Tengah tahun 2015, penyebab kematian ibu disebabkan oleh lain-lain sejumlah 54,4%, preeklampsia/eklampsia sejumlah 23,95%, perdarahan sejumlah 17,22%, infeksi sejumlah 4,04%, dan proses audit sejumlah 0,30% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa tengah, 2014). Data tersebut menunjukan bahwa AKI dengan preeklampsia/ eklampsia berat menduduki peringkat kedua di Jawa Tengah.
Angka Kematian Ibu di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2014 sebesar 94/ 100.000 kalahiran ibu (14 kasus), mengalami penurunan dibandingkan dengan AKI pada tahun 2013 yang sebesar 170,9/100.000 kelahiran hidup dan sudah melampaui target SDG’s 102/100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan kabupaten Purbalingga, 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Tahun 2015 jumlah kasus preeklampsia berat pada ibu nifas sejumlah 132 orang (64,07%), retensio sisa plasenta sejumlah 63 orang (30,58%) dan anemia sejumlah 11 orang (5,33%). Dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan jumlah ibu nifas yaitu yang mengalami preeklampsia berat sejumlah 166 orang (62,87%), retensio sisa plasenta sejumlah 67 orang (25,37%) dan anemia sejumlah 37 orang (11,74%). Data di RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu pada tahun 2015 ada 5 orang dengan perdarahan ante partum 2 orang (40 %) dan nifas preeklampsia berat sebanyak 3 orang (60%). Dari data tersebut jumlah kasus preeklampsia berat menduduki peringkat pertama di Rumah Sakit dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam (Saifuddin, 2009). Penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti, banyak teori yang dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab namun belum ada jawaban yang memuaskan. Tetapi ada yang menjelaskan tentang penyebab preeklampsia yaitu bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa. Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan (Sukarni dan Sudarti, 2014). Pencegahan preeklampsia menurut Walyani (2015) yaitu belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan preeklamsia. Beberapa penelitian menunjukan pendekatan nutrisi yaitu dengan diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen, kalsium, magnesium dan lain-lain. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang dan gangguan darah otak dan gangguan penglihatan (Skotoma) atau perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbulnya kejang (Bobak, 2009).
Peran bidan untuk mengurangi komplikasi pada kasus PEB yaitu ada dua peran, peran mandiri dan kolaborasi. Peran mandiri bidan di antaranya mengevaluasi secara terus menerus, memberikan rasa nyaman pada ibu dan mengatasi kecemasan ibu. Peran kolaborasi seperti berkolaborasi dengan dr.SpOG dan Ginekologi dalam pemberian terapi MgSO4 dan pemberian obat antihipertensi lainnya (Wulandari dan Handayani, 2011).
Berdasarkan penelitian dari Brosna (2015) menunjukan bahwa dengan merendom 1650 dengan preeklampsia berat secara acak 21 dari 819 orang wanita yang diberikan nimodipine sejumlah (2,6 %) dan 7 dari 831 sejumlah (0,8 %) wanita yang diberikan magnesium sulfat, ρ = 0,01. Untuk kejadian kejang pada wanita antepartum tidakada perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok tersebut, tetapi kelompok wanitayang diberikan nimodipine memiliki rata-rata mengalami kejang setelah melahirkan yanglebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok wanita yang diberikan magnesium sulfat 9 dari 819 wanita kelompok nimodipine sejumlah (1,1 %) dan 0 dari 831 wanita kelompok magnesiumsulfat, ρ = 0,01. Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa MgSO4 lebih efektif dari nimodipine untuk pencegahan wanita yang mengalami preeklampsia berat
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengambil dan menyusun karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Ny K umur 34 tahun P3 A0 Ah3 2 jam Post Partum sectio caesarea dengan Preeklampsia Berat di Ruang Bougenvile RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga tahun 2017.

Asuhan kebidanan
Preeklampsia Berat
Post Partum Sectio Caesarea

URL : https://repository.uhb.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1871
APA Citation
Eka Faizah Agustin. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny K UMUR 34 TAHUN P3 A0 Ah3 2 JAM POST PARTUM SECTIO CAESAREA DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT DI RUANG BOUGENVILLE RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA TAHUN 2017. (Digital collection of academic papers, undergraduate thesis & research). Retrieved from https://repository.shb.ac.id




© 2018. UPT Perpustakaan - Universitas Harapan Bangsa, Formerly STIKes Harapan Bangsa Purwokerto, www.uhb.ac.id.
This software and this template are released Under GNU GPL License Version 3 II SLiMS distro version ETD
Made by The Happy Team :-D
web
statistics

SHB YPDP


https://103.189.235.100/