Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research

Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research


Detail Cantuman

Kembali

ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA SAKIT An. S UMUR 1 TAHUN 5 BULAN DENGAN DIARE DEHIDRASI SEDANG DI PUSKESMAS SUSUKAN 1 KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017

XML
Pengarang
Aprillia Ika Wahyuni - Personal Name
Pernyataan Tanggungjawab
Lampiran Berkas
LOADING LIST...
Bahasa
Indonesia
Penerbit
STIKES Harapan Bangsa
Tahun Terbit
2017
Tempat Terbit
Fakultas Ilmu Kesehatan SHB
Deskripsi Fisik

Abstract

Balita adalah masa yang membutuhkan perhatian ekstra, baik oleh orang tua maupun tenaga kesehatan. Perhatian harus diberikan pada pertumbuhan atau perkembangan, status gizi, bahkan kebutuhan akan imunisasi (Marimbi, 2010). Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Anggraeni, 2010). Upaya kesehatan balita bertujuan supaya menurunkan angka kematian. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan AKB sebesar 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup. Begitu pula dengan Angka Kematian Balita (AKABA) hasil SUPAS 2015 sebesar 26,29 per 1.000 kelahiran hidup, juga sudah memenuhi target MDG 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015).
Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan negara-negara anggota Association of South East Asia Nations (ASEAN) lainnya. Berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2015 AKABA di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan Malaysia yaitu: 6,5 per 1000 kelahiran hidup, Filipina sebesar 25,4 per1000 kelahiran hidup, dan Thailand 12,3 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015).
Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 11,64 per 1.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan dibandingkan AKABA tahun 2014 yaitu 11,54 per 1.000 kelahiran hidup. Kabupaten/kota dengan AKABA tertinggi adalah Temanggung 18,98 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti Grobogan 18,92 per 1.000 kelahiran hidup, dan Rembang 18,08 per 1.000 kelahiran hidup. Kabupaten/kota dengan AKABA paling rendah adalah Jepara 7,39 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti Kota Surakarta 8,52 per 1.000 kelahiran hidup, dan Magelang 8,63 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Jateng, 2015)
Penyebab utama kematian balita di Indonesia adalah infeksi saluran pernafasan, diare dan komplikasi prenatal. Kombinasi dari ketiga penyebab tersebut menyumbang 75% kematian bayi (United Nation, 2008). Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di sebabkan karna pneumania, 23% karna penyakit diare, dan 16% karna penyakit tidak memeroleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diare (Dinkes Jateng, 2014).
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Penyakit diare pada balita akan berdampak langsung pada balita yaitu berupa kurangnya nutrisi dan dehidrasi. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB Diare yang tersebar di 11 provinsi, 18 kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 1. 213 orang dan kematian 30 orang (2,47%). Angka kematian saat KLB diare diharapkan 1%) kecuali tahun 2011 angka kematian KLB 0,40% sedangkan tahun 2015 angka kematian diare KLB meningkat menjadi 2,47% (Kemenkes RI, 2015).
Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader kesehatan sebesar 10% dari angka kesakitan dikali jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Angka kesakitan nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2012 yaitu sebesar 214/1.000 penduduk. Maka diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan sebanyak 5.097.247 orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas kesehatan sebanyak 4.017.861 orang atau 74,33% masih dibawah target nasional. Banyak kasus diare dari data tersebut yang belum tertangani (Kemenkes RI, 2015).
Proporsi kasus diare di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 67,7 persen, menurun bila dibandingkan proporsi tahun 2014 yaitu 79,8 persenHal ini menunjukan penemuan dan pelaporan masih perlu ditingkatkan. Kabupaten/Kota dengan angka penemuan kasus diare tertinggi adalah Kebumen 202,5%, Kota Tegal 201,8%, dan Kota Pekalongan 146,8%, sedangkan Kabupaten/Kota dengan angka penemuan terendah adalah Brebes 11,9%, Boyolali 13,6%, dan Wonogiri 18,5% (Dinkes Jateng, 2015).
Menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat. Berbagai faktor memengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun kesembuhan pada pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya di banding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun kematian (Kemenkes RI, 2011).
Faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Faktor risiko diare menurut faktor ibu yang bermakna adalah: pengetahuan, perilaku dan hygiene ibu. Faktor risiko diare menurut faktor anak: status gizi, dan pemberian ASI eksklusif. Faktor lingkungan berdasarkan sarana air bersih (SAB), yang lebih banyak diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko pencemaran SAB (rerata OR=7,89),sarana jamban (rerata OR=17,25) (Adisasmito, 2007).
Pada kasus diare akan timbul gejala muntah baik sebelum dan sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit akhirnya tampak dehidrasi yaitu berat badan turun, turgor kulit menurun, mata dan ubun–ubun cekung, selaput lendir dan mulut ikut kering (Sugeng, 2010).
Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan menggunakan metode atau pendekatan pemecahan masalah yaitu cara kerja sistematis dan analtik yang memudahkan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan bidan dalam memecahkan masalah kesehatan ibu dan anak yang dihadapi dalam lingkup tanggung jawabnya secara tepat guna dan berhasil guna. Penatalaksanaan kasus bisa dilakukan dengan menggunakan panduan bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Kemenkes RI, 2010). Upaya bidan dalam penanganan diare salah satunya yaitu berupa upaya preventif, dalam upaya preventif bidan memberikan penanganan pada balita dengan diare dehidrasi sedang. Apabila terjadi dehirasi berat maka volume darah akan berkurang dengan demikian nadi akan cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah menurun, kasadaran menurun yang akhirnya terjadi syok (Sugeng, 2010).
Bidan memiliki kemandirian untuk melakukan asuhan dalam PERMENKES NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan menyelanggarakan praktik bidan hal ini sudah tercantum dalam pasal 11 yang berbunyi penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan (Kemenkes RI, 2010). Penatalaksanaan terhadap diare harus dilakukan sebaik-baiknya, serta kerja sama dengan pihak keluarga sangat diperlukan untuk dapat mencegah terjadinya diare yang berat yang bersifat patologis yang dapat meningkatkan akibat buruk, terlebih dahulu dapat dihindari dengan dilakukannya Asuhan Kebidanan dengan diare yang merupakan peran Bidan (Arifianti, 2008).
Berdasarkan data Dinkes Jateng tahun 2015 di Wilayah Barlingmascakeb, AKABA tertinggi di Kabupaten Banjarnegara sebesar 15,13 per 1000 kelahiran hidup, di Kabupaten Purbalingga sebesar 11,74 per 1000 kelahiran hidup, Kabupaten Kebumen sebesar 11,40 per 1000 kelahiran hidup, Kabupaten Banyumas sebesar 9,86 per 1000 kelahiran hidup dan terendah di Kabupaten Cilacap sebesar 8,77 per 1000 kelahiran hidup. Angka kejadian diare tertinggi di Kabupaten Kebumen sebesar 202,5%, Kabupaten Banjarnegara sebesar 96,1%, Kabupaten Purbalingga sebesar 80,9%, Kabupaten Banyumas sebesar 67,8% dan terendah di Kabupaten Cilacap sebesar 44% (Dinkes Jateng, 2015).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Banjarnegara pada tahun 2015 diketahui bahwa cakupan pelayanan pada balita sebesar 91,3% dengan cakupan terendah adalah di Wilayah Puskesmas Susukan I sebesar 37,5% dan terdapat 14 Puskesmas dengan cakupan pelayanan balita telah mencapai 100% (Dinkes Banjarnegara, 2015). Angka kesakitan balita yang mengalami diare di Puskesmas Susukan I pada tahun 2015 sebanyak 293 anak dan 60,06% mengalami diare dengan dehidrasi sedang. Pada tahun 2016 angka kesakitan balita yang mengalami diare di Puskesmas Susukan I sebanyak 503 anak dan 52,68% mengalami diare dengan dehidrasi sedang ( Profil Puskesmas Susukan 1, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui dan memperoleh pengelahuan serta keterampilan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada balita sakit melalui pendekatan manajemen kebidanan dengan menyusun Karya Tulis Ilmiah berjudul “ Asuhan Kebidanan pada Balita sakit An. S Umur 1 Tahun 5 Bulan dengan Diare Dehidrasi Sedang di Puskesmas Susukan 1 tahun 2017.”

Asuhan Kebidanan Pada Balita Sakit
Diare Dehidrasi Sedang

URL : https://repository.uhb.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1892
APA Citation
Aprillia Ika Wahyuni. (2017). ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA SAKIT An. S UMUR 1 TAHUN 5 BULAN DENGAN DIARE DEHIDRASI SEDANG DI PUSKESMAS SUSUKAN 1 KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017. (Digital collection of academic papers, undergraduate thesis & research). Retrieved from https://repository.shb.ac.id




© 2018. UPT Perpustakaan - Universitas Harapan Bangsa, Formerly STIKes Harapan Bangsa Purwokerto, www.uhb.ac.id.
This software and this template are released Under GNU GPL License Version 3 II SLiMS distro version ETD
Made by The Happy Team :-D
web
statistics

SHB YPDP


https://103.189.235.100/