Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research

Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research


Detail Cantuman

Kembali

Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi pada Tn E dengan Post Operasi Appendectomy di Ruang Dahlia RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

XML
Pengarang
Priska BR Nainggolan - Personal Name
Pernyataan Tanggungjawab
Lampiran Berkas
LOADING LIST...
Bahasa
Indonesia
Penerbit
STIKES Harapan Bangsa
Tahun Terbit
2018
Tempat Terbit
Fakultas Ilmu Kesehatan SHB
Deskripsi Fisik

Abstract

Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Petugas kesehatan khususnya perawat dalam hal ini memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan suatu pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Kesehatan dan gaya hidup dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Salah satu contohnya adalah kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu sehari hari diduga sebagai salah satu penyebab terjadi masalah kesehatan yaitu appendisitis (Sulistiyawati, Hasneli, Novayelinda, 2012).
Appendiks merupakan ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 4 inci, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Appendiks yang pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. Appendisitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendisitis dibanding wanita. Appendisitis lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun (Haryono, 2012).
Berdasarkan data dunia di negara-negara berkembang menurut World Health Organization (WHO, 2014), pada beberapa negara berkembang memiliki prevalensi yang tinggi seperti Singapura berjumlah 15% pada anak-anak 16,5% pada orang dewasa, sedangkan Thailand 7% pada anak-anak dan orang dewasa 10%.
Sementara untuk Indonesia sendiri pada data Biro Pusat Statistik (BPS, 2014) menyatakan tingkat kejadian kasus appendisitis dari 140 orang kasus appendisitis per 100.000 jiwa. Pada tingkat kejadian terendah kasus appendisitis ditemukan pada usia 0-4 tahun, sedangkan tertinggi ditemukan pada usia 15-34 tahun. Dari semua kasus appendisitis Indonesia menempati peringkat tertinggi diantara kegawatan pada abdomen. Dari hasil penelitian sebelumnya bahwa angka kejadian kasus appendisitis Indonesia hingga saat ini, merupakan kasus tertinggi. Jumlah pasien yang menderita appendisitis berjumlah 7% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 179.000 jiwa (Amalia & Susanti, 2014).
Berdasarkan data Rekam Medik di RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga mulai dari bulan November 2015 hingga Desember 2017 adalah 1821 pasien, sedangkan data yang masuk selama bulan Januari sampai Oktober tahun 2017 didapatkan bahwa jumlah keseluruhan penderita appendisitis berjumlah 199 penderita dan 194 diantaranya menjalani prosedur operasi appendectomy.
Appendisitis dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hyperplasia jarigan limfe, tumor appendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini (Haryono 2012).
Appendisitis dapat disebabkan oleh invasi dan proliferasi mikroorganisme pada jaringan tubuh. Mikroorganisme yang menginvasi dan berproliferasi pada jaringan tubuh disebut agens infeksi. Apabila mikroorganisme tersebut tidak menimbulkan tanda klinis atau penyakit, infeksi yang ditimbulkan disebut infeksi asimptomatik atau subklinis. (Kozier 2010).
Serangan akut appendisitis biasanya dimulai dengan nyeri abdomen menyeluruh yang parah dan progresif. Kemudian, nyeri dan nyeri tekan akan terlokalisasi di kuadran kanan bawah pada pertengahan antara umbilikus dan krista ilium (titik McBurney). Serangan appendisitis dapat mereda dan kemudian timbul kembali. Ultrasound sering kali dapat mendiagnosis pembesaran appendiks. Nyeri pantul biasanya muncul ketika pemeriksa dengan cepat melepaskan tekanan selama palpasi, nyeri menjadi lebih tajam daripada ketika tekanan diberikan langsung pada sisi yang ditekan. Kualitas nyeri tekan berhubungan dengan lokasi appendiks yang tepat. Biasanya mual, muntah, demam ringan hingga demam sedang dan peningkatan leukosit menyertai nyeri. Appendiks yang ruptur akan menyebabkan gejala yang lebih berat yang berhubungan dengan peritonitis (Rosdahl, 2014).


Komplikasi utama appendisitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum, ileus, demam. Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses appendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Komplikasi lain yaitu dehidrasi, sepsis, dan pneumoni (Dermawan & Rahayuningsih, 2010).
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya komplikasi dan keberhasilan operasi. Adapun yang harus dikaji pada pasien apendisitis akut pasca atau post operasi yaitu adanya nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan abdomen, dan takikardi, dimungkinkan terjadi peritonitis. Anoreksia, menggigil, demam, diaforesis, diare yang menunjukkan abses pelvis, abses subfrenik (abses di bawah diafragma) atau lumbal (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010). Appendisitis dapat terjadi berbagai masalah keperawatan salah satunya adalah nyeri akut dan risiko infeksi karena distensi jaringan usus oleh inflamasi dan insisi pembedahan pada appendectomy (Haryono, 2012).
Anastesi yang diberikan pada pasien appendectomy yaitu anestesi General Anaesthesia (GA) yang dimasukan melalui endotracheal tube dengan posisi pasien supinasi. Pembedahan diindikasikan apabila diagnosis appendisitis telah ditegakkan dan segera ditangani untuk mengurangi risiko perforasi (Brunner & Suddart, 2013).
Penanganan nyeri akut dapat dilakukan berbagai macam cara dilaksakan dengan cara farmakologis dan non farmakologis. Dengan cara farmakologi dilakukan secara berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan mencakup penggunaan opioid (narkotik), obat-obatan anti inflamasi nonopioid/nonsteroid (NSAIDS), dan analgesik penyerta, atau koanalgesik. Sedangkan dengan cara non farmakologi mencakup stimulasi kutaneus, imobilisasi, stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS), akupuntur, teknik distraksi, teknik relaksasi, imajinasi, meditasi, umpan balik biologis, hipnosis (Kozier, 2010).
Penanganan Risiko Infeksi dapat dilakukan untuk mengurangi resiko infeksi pada pasien post op dengan melakukan tindakan dengan mengawasi tanda – tanda infeksi pada luka operasi, mengganti balutan luka setelah 2 sampai 3 hari post operasi dan selanjutnya rutin setiap hari, menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar pasien, berkalaborasi dengan tim medis dalam pemberiaan obat antibiotik. Kejadian infeksi post op untuk pencegahan masuknya kuman pada pasien yang sakit (Potter & Perry, 2010)
Asuhan keperawatan pada pasien appendisitis ditangani dengan memberikan infus untuk mencegah dehidrasi, tidak memberikan obat pencahar atau enema yang dapat menimbulkan ruptur appendiks, memberikan obat analgetik dengan pertimbangan yang cermat karena obat ini dapat menyamarkan keluhan serta gejala appendisitis. Untuk mengurangi rasa nyeri tempatkan pasien pada posisi semifowler. tidak melakukan kompres hangat pada abdomen kanan bawah karena dapat menimbulkan ruptur appendiks. Kompres dingin dengan kantung es dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri (Kowalak, 2011).
Penanganan pasien appenditis di RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan pemberian infus dan untuk memulihkan keadaan dehidrasi yang mungkin terjadi karena mual dan muntah, diberikannya antibiotik dan pereda nyeri, selanjutnya dilakukan operasi (Appendectomy). Sebelum dilakukan operasi, pasien dipuasakan terlebih dahulu sampai operasi dilakukan kurang lebih 8 jam sebelum operasi. Pasien diposisikan fowler untuk mengurngi rasa nyeri. Setelah dilakukan operasi, pasien dilarang untuk bergerak termasuk miring kanan dan miring kiri setelah 24 jam post operasi. Pasien akan dirawat sampai pasien diperbolehkan pulang. Selama dirawat pasien mendapatkan antibiotik, pereda nyeri dan dilakukan perawatan luka untuk mencegah risiko infeksi.
Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi pada Tn E dengan Post Operasi Appendectomy di Ruang Dahlia RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ”, sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien post appendectomy secara baik.


URL : https://repository.uhb.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2269
APA Citation
Priska BR Nainggolan. (2018). Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi pada Tn E dengan Post Operasi Appendectomy di Ruang Dahlia RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. (Digital collection of academic papers, undergraduate thesis & research). Retrieved from https://repository.shb.ac.id




© 2018. UPT Perpustakaan - Universitas Harapan Bangsa, Formerly STIKes Harapan Bangsa Purwokerto, www.uhb.ac.id.
This software and this template are released Under GNU GPL License Version 3 II SLiMS distro version ETD
Made by The Happy Team :-D
web
statistics

SHB YPDP


https://103.189.235.100/