Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research

Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research


Detail Cantuman

Kembali

Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada NY.D Umure 38 Tahun G2p1aoh1 Umur Kehamilan 42 Miunggu 1 Hari Dengan Serotinus Di Ruang Poli Kandungan Di RSUD Prof.DR.Margono Soekarjo

XML
Pengarang
ANISATUL MAHMUDAH - Personal Name
Pernyataan Tanggungjawab
Lampiran Berkas
LOADING LIST...
Bahasa
Indonesia
Penerbit
Universitas Harapan Bangsa
Tahun Terbit
2019
Tempat Terbit
Purwokerto
Deskripsi Fisik

Abstract

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, di mana trimester kesatu berlangsung dalam 1-12 minggu, trimester kedua minggu ke-13 hingga ke-27, dan trimester ketiga minggu ke-28 hingga ke-40 minggu (Sarwono, 2016).
Penilaian umur kehamilan secara tepat dan akurat ditentukan untuk menentukan upaya asuhan kebidanan. Pada pengukuran yang tepat dan akurat pada pasien dengan kehamilan yang lebih bulan disebut juga kehamilan serotinus. Kehamilan serotinus berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus naegele dengan siklus haid rata rata 28 hari (Sarwono, 2016).
Kehamilan serotinus mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal. Risiko bagi ibu dengan kehamilan serotinus dapat berupa perdarahan pasca persalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Penyebab dari kehamilan serotinus belum diketahui dengan jelas beberapa teori yang diajukan umumnya bisa disebabkan karena gangguan siklus haid, jumlah kehamilan atau persalinan sebelumnya dan usia ibu (Manuaba, 2010).
Dampak kehamilan serotinus terhadap ibu yaitu dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai partus lama, inersia uteri dan perdarahan postpartum, sedangkan terhadap bayi adalah kematian janin/bayi. Pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih berisiko dari kehamilan 40 minggu meliputi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia bahu, janin besar dan moulage (Mochtar, 2010).
Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 lebih dari 289.000 perempuan meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Penyebab utama dari kematian ibu yaitu perdarahan, Infeksi, hipertensi dalam kehamilan, (preeklampsia dan eklampsia), aborsi yang tidak aman dan kehamilan lewat waktu (serotinus) dan penyebab lainnya. Kematian perinatal masih menunjukan angka yang cukup tinggi yaitu terjadi 30% pada sebelum persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% post natal. Penyebab utama kematian bayi akibat kehamilan serotinus diantaranya adalah hipoksia, dan aspirasi mekonium. Komplikasi yang dapat dialami dengan kehamilan serotinus diantaranya bayi baru lahir ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, kelainan neurologic, asfiksia dan kematian (Prawirohardjo, 2014).
Komplikasi kehamilan berdasarkan data survei dari Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2014, memperlihatkan bahwa komplikasi pada kasus kehamilan terjadi pada kelompok ibu hamil usia ≥ 35 tahun (28,9%), pada serotinus (52%), pada preeklampsia berat/eklampsia (96,6%). Faktor tidak langsung yang menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) diantaranya tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehata yang berkualitas. terutama pelayanan kegawat daruratan, dikarenakan petugas kesehatan terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapat pelayanan difasilitas kesehatan (SDKI, 2014).
Jumlah kasus AKI di Jawa Tengah pada tahun 2014 angka kematian ibu hamil mencapai 711 kasus. Jumlah tersebut menurun menjadi 619 kasus pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 602 pada tahun 2016. Pada tahun 2017 mengalami penurunan kembali menjadi 227 kasus. Pada kasus tersebut kehamilan serotinus peringkat ke 3 dan menyumbang 21,26 % kematian (Dinkes Jawa Tengah, 2018).
Faktor yang memengaruhi kehamilan serotinus yaitu pengaruh hormon progesteron dalam kehamilan. Hormon tersebut menyebabkan perubahan endokrin dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkaan sensitivitas uterus terhadap oksitosin. beberapa penelitian menduga bahwa terjadinya kehamilan serotinus masih berlangsung pengaruh progesteron dikarenakan kadar progesteronya tidak cepat turun sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Teori oksitosin untuk pemakaian induksi persalinan pada kehamilan serotinus atau secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan. Pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan serotinus. Kadar kortisol pada teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin merupakan faktor lain untuk memicu proses persalinan. Kortisol janin akan memengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. Pada kelainan letak tali pusat diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan serotinus. Ibu yang mengalami kehamilan serotinus mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya (Prawirohardjo, 2014).
Plasenta pada kehamilan serotinus berdampak tidak memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 dan O2 sehingga janin mengalami asfiksia sampai kematian dalam rahim. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia. Dampak kehamilan serotinus terhadap ibu yaitu dapat menyebabkan distosia maka akan sering dijumpai partus lama, inersia uteri dan perdarahan pospartum. Dampak kehamilan serotinus terhadap bayi akan mengakibatkan kematian janin/bayi. Pada ibu yang mengalami kehamilan 43 minggu akan berIsiko 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, diantara risiko tersebut meliputi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia bahu, janin besar dan moulag (Manuaba, 2010).
Upaya untuk mengurangi terjadinya kehamilan serotinus dapat dilakukan dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (13 minggu sampai 28 minggu), dan 2 kali trimester ke tiga (diatas 28 minggu) dan untuk mencegahnya supaya tidak terjadi kehamilan serotinus sebaiknya harus direncanakan kehamilannya, karena kehamilan bukan merupakan suatu pristiwa yang terjadi tiba-tiba tanpa perencanaan, pencatatan riwayat menstruasi yang tepat, Ultrasonogarafi (USG) sejak trimester pertama, catat dan simpan data pemeriksaan USG di trimester pertama, pemeriksaan USG untuk menilai tumbuh kembang janin dan kesejahteraan janin, stimulasi persalinan secara alami setelah usia kehamilan 38 minggu ke atas dengan breast stimulation. Pemeriksaan USG lebih intensif bila setelah 40 minggu tidak terdapat tanda tanda persalinan (Wahyudi, 2013).
Berdasarkan PERMENKES No 369/Menkes/SK/III/2009 Tentang Standar Profesi Bidan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, peran bidan dalam mencegah terjadinya kehamilan serotinus adalah bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan. Indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam kehamilan seperti asma, infeksi HIV, infeksi menular seksual (IMS), diabetes, kelainan jantung, postterm/serotinus. (Kemenkes, RI, 2009)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dari data rekam medik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, pada tahun 2016 terdapat 81 kasus kehamilan serotinus sedangkan pada tahun 2017 terdapat 72 kasus kehamilan serotinus dan pada tahun 2018 terdapat 31 kasus kehamilan serotinus. Pada kasus kehamilan patologis serotinus menduduki peringkat ke 2 setelah PEB. Total keseluruhan kejadian kehamilan serotinus di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo pada tahun 2016-2018 mencapai 184 kasus..
Berdasarkan uraian diatas kehamilan serotinus masih cukup tinggi dan menduduki peringkat 2. Kehamilan serotinus juga banyak memberi dampak terhadap bayi dan ibu maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Kebidanan Kehamilan pada Ny D umur 38 tahun G2P1A0AH1 Umur Kehamilan 42 Minggu 1 Hari dengan Serotinus di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo.


URL : https://repository.uhb.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2506
APA Citation
ANISATUL MAHMUDAH. (2019). Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada NY.D Umure 38 Tahun G2p1aoh1 Umur Kehamilan 42 Miunggu 1 Hari Dengan Serotinus Di Ruang Poli Kandungan Di RSUD Prof.DR.Margono Soekarjo. (Digital collection of academic papers, undergraduate thesis & research). Retrieved from https://repository.shb.ac.id




© 2018. UPT Perpustakaan - Universitas Harapan Bangsa, Formerly STIKes Harapan Bangsa Purwokerto, www.uhb.ac.id.
This software and this template are released Under GNU GPL License Version 3 II SLiMS distro version ETD
Made by The Happy Team :-D
web
statistics

SHB YPDP


https://103.189.235.100/