Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research

Repository Universitas Harapan Bangsa.
Digital collection of academic papers, undergraduate thesis, research


Detail Cantuman

Kembali

Asuhan Keperawtan Nyeri Akut Pada TN. J Dengan Post Operasi Transurethral Resection Of The Prostate (TURP) Benigna Postatic Hyperlasia Di Ruang Dahlia RSUD DR. R Goetang Taroenadibrata Purbalingga

XML
Pengarang
YOGI WASKITO - Personal Name
Pernyataan Tanggungjawab
Lampiran Berkas
LOADING LIST...
Bahasa
Indonesia
Penerbit
Universitas Harapan Bangsa
Tahun Terbit
2019
Tempat Terbit
Purwokerto
Deskripsi Fisik

Abstract

Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan jenis tumor jinak yang paling sering ditemukan pada pria. Usia merupakan kondisi yang sangat berkaitan dengan BPH, dimana kejadian BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur (Fitriana dkk, 2014). Benigna Prostatic Hyperplasia adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dengan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Wijaya & Putri, 2013). Gangguan ini terjadi sebagai akibat dari efek penuaan pada laki-laki dan adanya androgen yang bersirkulasi (Aspiani, 2015).
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat saluran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus tersebut menyebabkan perubahan struktur dari buli-buli yang pasien rasakan sebagai keluhan-keluhan pada saluran kencing sebelah bawah atau lower urinary tract symtomp (LUTS) yang dulu dikenal sebagai gejala prostatismus (Wijaya & Putri, 2013).

Menurut WHO pada tahun 2012, diperkirakan penderita Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah sebanyak 30 juta didunia. Pasien yang terkena BPH hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kelenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (Samidah & Romadhon, 2015 dalam Aprina, 2017).
Kasus Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, yang diderita oleh laki-laki berusia di atas 60 tahun (Adelia, 2017). Hasil studi kasus yang dilakukan oleh Wahyudi, dkk (2016) Provinsi Jawa Tengah khususnya Semarang, diperoleh dari data sekunder yaitu rekam medis pasien yang mengalami Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) di RSUP dr. Kariadi Semarang periode Januari 2013 – Desember 2015 pada bulan Mei 2016. Selama periode tersebut terdapat 225 pasien yang terkena BPH. Kasus Benigna Prostatic Hyperplasia diruang Dahlia Rsud dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga periode Januari 2018 - Desember 2018 sebanyak 64 kasus.
Penyebab Benigna Prostatic Hyperplasia belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, tetapi faktor usia dan hormonal menjadi prediposisi terjadinya BPH, faktor lain yang berkaitan dengan BPH adalah proses penuan (Prabowo & Pranata, 2014). Komplikasi yang dapat terjadi pada Benigna Prostatic Hyperplasia adalah retensi kronik yang dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal (Aspiani, 2015).
Penatalaksanaan jangka panjang yang terbaik pada pasien Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah dengan pembedahan, karena pemberian obat-obatan terapi non invasif lainnya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk melihat keberhasilanya. Salah satu tindakan pembedahan adalah Transurethral Resection Of The Prostate (TURP). Prosedur pembedahan TURP menimbulkan luka bedah yang akan mengeluarkan mediator nyeri dan meninmbulkan nyeri pasca bedah (Purnomo, 2011). Pasien BPH sebelum dan sesudah menjalani pembedahan akan muncul berbagai masalah biologis, psikologis, maupun spiritual, antara lain nyeri akut, retensi urine, inkontinensia urine, ansietas, gangguan beribadah, gangguan pola tidur, resiko infeksi, pola aktivitas, dan impotensi (Aspiani, 2015).
Peran perawat sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan pada masa sebelum, selama dan sesudah tindakan pembedahan. Perawat perlu melakukan observasi tingkat nyeri post operasi untuk menentukan skala nyeri, cara yang dapat dilakukan perawat dalam membantu meredakan nyeri yaitu dengan melakukan pendekatan farmakologis dan non farmakologis (Bruner & Suddarth, 2010).
Penanganan nyeri non farmakologi salah satunya dengan relaksasi progresif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di ruang Kutilang RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2017, rata-rata intensitas nyeri pada post operasi BPH sebelum dilakukan terapi relaksasi progresif adalah 5.20 dan setelah dilakukan relaksasi progresif intensitas nyeri pada post operasi BPH menjadi 3.60 (Apriani, 2017).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil karya tulis ilmiah “Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Tn. J Dengan Post Operasi Transurethral Resection Of The Prostate (TURP) Benigna Prostatic Hyperplasia diruang Dahlia RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.


URL : https://repository.uhb.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2481
APA Citation
YOGI WASKITO. (2019). Asuhan Keperawtan Nyeri Akut Pada TN. J Dengan Post Operasi Transurethral Resection Of The Prostate (TURP) Benigna Postatic Hyperlasia Di Ruang Dahlia RSUD DR. R Goetang Taroenadibrata Purbalingga. (Digital collection of academic papers, undergraduate thesis & research). Retrieved from https://repository.shb.ac.id




© 2018. UPT Perpustakaan - Universitas Harapan Bangsa, Formerly STIKes Harapan Bangsa Purwokerto, www.uhb.ac.id.
This software and this template are released Under GNU GPL License Version 3 II SLiMS distro version ETD
Made by The Happy Team :-D
web
statistics

SHB YPDP


https://103.189.235.100/